Tulisan bergerak

Jumat, 05 Juli 2013

Pengertian Susila Hindu



Pengertian Susila Hindu


       Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu yang kedua setelah filsafat (
Tattwa). Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari- hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti yang bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh sendi- sendi kesusilaan.

      Di dalam filsafat (
Tattwa) diuraikan bahwa agama Hindu membimbing manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup seutuhnya, oleh sebab itu ajaran sucinya cenderung kepada pendidikan sila dan budi pekerti yang luhur, membina umatnya menjadi manusia susila demi tercapainya kebahagiaan lahir dan batin.

Kata Susila terdiri dari dua suku kata: "Su" dan "Sila". "Su" berarti baik, indah, harmonis. "Sila" berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (
Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.

Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau) mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan. Dalam hubungan ajaran susila beberapa aspek ajaran sebagai upaya penerapannya sehari- hari diuraikan lagi secara lebih terperinci.


Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya


5 Kebaikan yang harus dilakukan dan 5 keburukan yang harus dipantang.



3 sifat buruk yang dapat meracuni budi manusia yang harus diwaspadai dan diredam sampai sekecil- kecilnya.



Sad Ripu adalah enam musuh di dalam diri manusia yang selalu menggoda, yang mengakibatkan ketidakstabilan emosi.



4 tingkat kehidupan manusia dalam agama Hindu, disesuaikan dengan tahapan- tahapan jenjang kehidupan yang mempengaruhi prioritas kewajiban menunaikan dharmanya.



4 dasar tujuan hidup manusia



Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang.



4 kepribadian yang harus dihormati oleh setiap orang Hindu.


Tata Susila Hindu Dharma

Tata Susila
Tata Susila berarti peraturan tingkah laku yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Tujuan tata susila ialah untuk membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun antara seseorang dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan yang selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Telah menjadi kenyataan bahwa perhubungan yang selaras atau rukun antara seseorang dengan mahluk sesamanya, antara anggota-anggota sesuatu masyarakat, suatu bangsa, manusia dan sebagainya, menyebabkan hidup yang aman dan sentosa. Suatu keluarga masyarakat bangsa atau manusia, yang anggota-anggotanya hidup tidak rukun atau tidak selaras pasti akan runtuh dan ambruk. Perhubungan yang rukun dan selaras berarti kebahagiaan dan perhubungan yang kacau, atau tidak rukun berarti malapetaka.
Tata Susila membina watak manusia untuk menjadi anggota keluarga, anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa dan menjadi masusia yang berpribadi mulia, serta membimbing mereka untuk mencapai pantai bahagia. Selain dari pada itu, tata susila juga menuntun seseorang untuk mempersatukan dirinya dengan mahluk sesamanya dan akhirnya menuntun mereka untuk mencapai kesatuan rohnya dengan Hyang Widhi Wasa atau Brahman.
Adapun kebahagiaan yang mutlak dan abadi, hanya dapat dinikmati bilamana roh seseorang dapat mencapai kesatuan dengan Hyang Widhi; karena kesatuan antara jiwatma dengan Hyang Widhi itu saja yang dapat memberi kebahagiaan yang diliputi oleh perasaan tenang dan tenteram karena murninya roh yang disebut dalam istilah sanskrit Ananda. Didalam Bhagavad Gita VI, 20,21 dan 22 Çri Krsna menerangkan kepada Arjuna, mengenai Ananda atau kebahagiaan rohani yang kekal yang disebut oleh jiwatman dapat mencapai kesatuannya dengan Hyang Widhi (paramaatma), yang bunyinya sebagai berikut:

Bhagavad Gita VI.20
yatroparamate cittam
niruddham yoga sewaya
yatro caiwa atmanatmanam
pasyam atmani tusyati.

maksudnya:
Bilamana hati (seseorang) merasa bahagia karena ditentramkan oleh latihan yoga; bilamana ia melihat Hyang Widhi (paramatma) dengan pengamatan rohnya (jiwatma), maka ia akan menikmati kebahagiaan rohani.
Bhagavad Gita VI.21
Sukham atyantikam yat tad
buddhigrahyam atinfriyam,
wetti yatra na caiwa yam,
athitaccalati tattwatah.

maksudnya:
Pada waktu ia menikmati kebahagiaan rohani yang tiada bandingnya, yang hanya dapat dicapai dengan budhi, yang lebih tinggi dari panca indra, tetap (menikmati kebahagiaan itu) tiada akan jauh berada dari Yang Mutlak.
Bhagavad Gita VI.22
Yam labdhwa caparam labham
manyate nadhikam tatah
yasmin sthito na duhkena,
gurunapi wicalayate.

maksudnya:
Setelah mendapat kebahagiaan yang ia pandang tiada terbanding itu dan tetap ada di dalam kebahagiaan itu, tiada ia akan gentar, walaupun ditimpa malapetaka yang hebat.
Dasar dari Tata Susila
Agama adalah dasar tata susila yang kokoh dan kekal, ibarat landasan bangunan, dimana suatu bangunan harus didirikan. Jika landasan itu tidak kuat, maka mudah benar bangunannya roboh. Demikian juga halnya dengan tata susila; bila tidak dibangun atas dasar agama sebagai landasan yang kokoh dan kekal, maka tata susila itu tidak mendalam dan tidak meresap dalam diri pribadi manusia.
Tata susila yang berdasarkan ajaran-ajaran agama, atau yang berpedoman atas ajaran kerohanian sebagai yang terdapat di dalam kitab suci Upanisad (wedanta), Tattwa-tattwa (tutur-tutur), mulai dengan dalil atau axioma yang mengakui tunggalnya jiwatman (roh) semua mahluk dengan Brahman atau Paramatma, yang tutur di Bali sering menyebut dengan nama Parama Ciwa (Hyang Widhi Wasa).
Di dalam Upanisad terdapat suatu dalil yang berbunyi sebagai berikut: "Brahma atma aikyam, yang artinya Brahman dan atma (jiwatma) adalah tunggal.
Oleh karena jiwatma semua mahluk tunggal dengan Brahma, maka jiwatma suatu mahluk tunggal juga dengan semua jiwatma, dan jiwatma kitapun tunggal dan sama dengan jiwatma (roh) semua mahluk. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma (roh) kita, maka kita akan merasakan dengan renungan kebijaksanaan yang dalam, bahwa kita sebenarnya satu sama dengan mahluk yang lain.
Hyang Widhi Wasa berada dimana-mana dan tunggal. Menjadi dasar hidup segala ciptaannya yang berpisah-pisah. Sebagai matahari yang menyinari segala pelosok, meskipun ribuan rumah yang membatasi tembok-tembok yang tinggi, akan tetapi sinar matahari akan menyinari semuanya dan sinar serta panas pada tiap-tiap rumah itu adalah berasal dari matahari yang tunggal. Begitulah jiwatma-jiwatma dalam semua mahluk, diasingkan satu dengan yang lainnya dengan badan yang berbeda-beda, dihidupkan pada dasarnya oleh Hyang Widhi.
Jika tata susila mendasarkan ajarannya saja hanya kepada keesaan Hyang Widhi Wasa saja yang menyadari dasar semua mahluk, maka berarti tiap-tiap perbuatan yang baik dan yang tidak baik yang dilakukan oleh seseorang pada tetangganya, berarti juga berbuat baik atau tidak baik kepada dirinya sendiri; umpamanya melukai tangan, juga akan mempengaruhi bahagian badan lainnya, meskipun tidak ada lukanya, karena dirasai sakit  itu datangnya dari bahagian badan. Jika kita merasakan ini, maka kita akan selalu berbuat baik, untuk kebaikan semua mahluk (ingatlah akan pengertian Tat twam asi dan Aham Brahma asmi). Tetapi oleh karena kita jarang menyadari hal kebenaran ini, perlu ada aturan tata susila, yang pada pokoknya menghalangi perbuatan menyiksa orang lain dan juga diri sendiri.
Para Rsi mengetahui kebenaran yang utama ini, yaitu bahwa atma di tiap-tiap orang adalah tunggal; mereka lalu membangunkan tata susila diatas kebenaran ini. Oleh karena itu kekuasaan kebenaran tata susila dalam weda-weda yang lainnyapun mutlak, karena berdasarkan kebenaran sebagaimana tersebut dalam:

Bhagavad Gita X.20
Aham atma gudakeca
sarwabhutacayasthitah
aham adic ca mashyam ca
bhutanam anta ewa ca.

maksudnya:
Wahai Arjuna, Aku adalah Atma, yang bersemayam di dalam hati semua mahluk, dan Aku awal mula, pertengahan dan akhir mahluk itu.
Bhagavad Gita X.29
Yac ca pi sarwabhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti wina yat syam
maya bhutam caracaram.
maksudnya:
Wahai Arjuna, akulah benih segala mahluk, dan tidak ada satu ciptaan yang bergerak maupun tidak bergerak, tanpa aku.
Bhagavad Gita XIII.27
Saman sarwesu bhutesu
tisthantam paramecwaram
winac yatsw awinacyantam
yah pacyati sa pacyati.
maksudnya:
Orang yang melihat Tuhan yang kekal dan abadi (tidak dapat binasa) bersemayam merata di dalam semua mahluk yang tidak kekal (dapat binasa) dialah sebenarnya yang melihat.
Jadi tata susila Agama Hindu dibangun atas dasar kebenaran yang maha adil, Jika bertentangan dengan hal ini akan timbul ketidakselarasan di dalam mahluk. Dari itu, kebenaran yang mutlak berdasarkan peri kemanusiaan.

Benar dan Salah
Bila manakah perbuatan itu dianggap benar dan bila manakah perbuatan itu dianggap salah? Hyang Widhi menuntun dunia ini melalui jalan yang benar. Segala sesuatu yang dapat menolong dunia ini melalui jalan yang telah ditentukan oleh Hyang Widhi sendiri adalah benar, dan segala sesuatu yang menghalangi jalan ini adalah salah.
Kebahagiaan dan penderitaan mahluk lain berarti kebahagiaan dan penderitaan diri sendiri. Menyiksa orang lain sama dengan menyiksa diri sendiri, karena jiwatma kita sendiri tunggal dengan jiwatma semua orang dan semua mahluk. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma yang ada didalam diri kita sendiri dengan jiwatma semua mahluk, maka kita berhasrat melakuan amal saleh terhadap semuanya. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma dengan Brahma, maka timbul hasrat untuk mempersatukan atma sendiri dengan Brahma (Hyang Widhi). Amal saleh dan kebajikan yang dilakukan untuk kesejahteraan  sesama makhluk disebut dharma; dan kesatuan antara jiwatma dengan Brahma disebut moksa. Jalan untuk beramal saleh melakukan dharma disebut prawerti marga, dan jalan untuk mencapai kesatuan jiwatma dengan Brahma (moksa) disebut Niwrti marga. Setelah jiwatma dapat bersatu dengan Brahma, berarti telah menginjak alam moksa. Dan orang yang mendapat moksa disebut Mukti. Roh orang yang telah moksa menjadi murni dan sama dengan Brahma. Kemurnian Jiwatma ini menimbulkan suatu rasa bahagia yang tiada terbanding dan bahagia yang abadi yang disebut Ananda (kebahagiaan rohani). Di dalam Candogya Upanishad 6, 8, 7, terdapat suatu dalil yang bunyinya sebagai berikut:
Tat Twam Asi”
yang artinya: Dikaulah itu, Dikalaulah (semua) itu; semua makhluk adalah Engkau. Engkaulah awal mula roh (jiwatma) dan zat (prakrti) semua makhluk. Aku ini adalah makhluk yang berasal dari-Mu. Oleh karena itu jiwatmaku dan prakrtiku tunggal dengan jiwatma semua makhluk dan Dikau sebagai sumberku dan sumber semua makhluk. Oleh karena itu Aku adalah Engkau; aku adalah Brahma "Aham Brahma Asmi" (Brhadaranyaka Upanisad 14.10.)
Menurut ajaran upanishad, tutur-tutur, dan Bhagavad Gita dikatakan bahwa ada satu atma yang memberi hidup kepada semua makhluk dan menggerakkan alam semesta yang disebut paramatma. Adapun atma yang terdapat di dalam diri tiap-tiap makhluk, adalah bagian dari paramatma itu. Bagian dari paramatma yang ada di dalam disebut juga jiwatma.
Adanya jiwatma itu ibarat sinar matahari yang memancarkan dan menyinari semua tempat, sedangkan paramatma ibarat matahari itu sendiri, sebagai sumber sinar-sinar yang memancar di segala tempat. Sebenar-benarnya tidak ada perbedaan antara paramatma yang sebagai matahari, dan jiwatma-jiwatma yang dapat kita ibaratkan sinarnya. Di dalam Bhagavad Gita XII,33 terdapat suatu sloka yang berbunyi sebagai berikut:
"Yatha paraktacayaty ekah,
krtsnam lokam imam rawih,
ksetram ksetri tatha krtsnam,
prakacayati bharata".

Maksudnya: Bagaikan satu matahari menerangi seluruh dunia, demikian juga paramatma (Hyang Widhi) dari alam semesta menerangi (memberi hidup) seisi alam (semua makhluk) wahai Arjuna.
Tujuan hidup kita yang terakhir adalah menuju moksa, yaitu persatuan (penunggalan) Jiwatma dan Paramatma. Jalan yang benar adalah segala sesuatu yang menuju kearah kesatuan. Segala sesuatu yang menghalangi kesatuan, adalah tidak benar. Untuk mengetahui jalan yang benar Hyang Widhi Wasa tidak membiarkan kita di dalam keadaan yang gelap (awidya). Dia mengirimkan orang-orang besar dan suci, memimpin umatnya bila ada yang merintangi. Dia memberikan kita kekuatan pikiran, dengan mana kita dapat mengertikan mana yang salah dan mana yang benar. Semasih kita kanan-kanak, kita harus menuruti apa yang diajarkan, dan bila sudah dewasa, kita dapat mengerti segala isi pelajaran itu. Dan semua ajaran-ajaran ini, diabadikan di dalam Weda-weda dan Castra oleh Para Rsi (seperti Bhagawan Byasa).
Hukum-hukum yang sederhana yang diabadikan di dalam kitab-kitab suci oleh Para Rsi adalah: "Sesuatu perbuatan yang tidak kita kehendaki, janganlah dilakukan terhadap orang lain. Umpamanya, kita tidak suka dipukul atau disiksa, dimarahi, dicaci (tricapala). Kita hendaknya selalu berbuat baik kepada orang lain, jika kita menghendaki kebahagiaan, kesenangan, dibicarakan baik dan begitulah kita perbuat dengan orang lain. Kita jangan menyakiti orang lain karena orang lain akan menyakiti kita; umpamanya jika seseorang marah kepada kita, kita hendaknya menjawab dengan lemah lembut, disertai dengan rasa tenang".
Sebaliknya apabila kemarahan dibalas dengan kemarahan, adalah sebagai api sedang menyala, disiram dengan minyak. Dan sikap kita janganlah hendaknya baik dan kasih hanya kepada manusia saja, tetapi juga kepada mahluk yang lainnya.
Demikian pula sikap kita terhadap orang tua hendaknya kasih, hormat dan berusaha menolong dan meladeni mereka sebaik-baiknya. Sikap kita kepada saudara dan kawan-kawan, hendaknya jujur dan baik hati dan berusaha mempunyai perasaan kasih kepadanya, tidak membicarakan dan berbuat kasar kepadanya. Pada orang yang lemah, hendaknya kita memakai kekuatan kita untuk melindungi mereka dan tidak berbuat sesuatu yang menakutkan. Dan yang terpenting yang harus kita perbuat ialah: berbuat (kayika) berkata (wacika) dan berfikir (manacika) yang benar dan ketiga hal tersebut "Trikaya Parisudha". Hendaknya bersikap kstria dan berterus terang, hormat, teliti, jujur, rajin, sederhana dalam makan dan minum, dan mereka yang melakukan ini akan menjadi orang yang baik.
Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, terdiri dari:
1.       Sauca artinya murni rohani dan jasmani.
2.     Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu.
3.     Hrih artinya tahu dengan rasa malu.
4.     Widya artinya bersifat bijaksana.
5.     Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran.
6.    Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan.
7.     Drti artinya murni dalam bathin.
8.    Ksama artinya suka mengampuni.
9.    Dama artinya kuat mengendalikan pikiran.
10. Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.

Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta  untuk mencapai  tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari:
1.       Tapa artinya pengendalian diri lahir bathin.
2.     Bratha artinya mengekang hawa nafsu.
3.     Samadhi artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan.
4.     Santa artinya selalu tenang dan jujur.
5.     Sanmata artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan.
6.    Karuna artinya cinta kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup.
7.     Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya.
8.    Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk
9.    Muditha artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati orang lain.
10. Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati.
 
DASA YAMA BRATA
Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri, yaitu :
1.       Anresangsya atau Arimbawa - tidak mementingkan diri sendiri
2.     Ksama artinya suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan.
3.     Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang.
4.     Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain.
5.     Dama artinya dapat menasehati diri sendiri.
6.    Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran.
7.     Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama makhluk.
8.    Prasada artinya berpikir dan berhati suci dan tanpa pamrih.
9.    Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun.
10. Mardhawa artinya rendah hati, tidak sombong dan berpikir halus.


DASA NYAMA BRATA  

Dasa NYama Bratha adalah sepuluh macam pengendalian diri yang utama, yaitu :
1.       Dhana artinya suka berderm tanpa pamrih.
2.     Ijya artinya pemujaan terhadap Hyang Widhi dan leluhur.
3.     Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi agar dapat mencapai ketenangan bathin.
4.     Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran kepada HYang Widhi.
5.     Upasthanigraha artinya pengendalian hawa nafsu birahi.
6.    Swadhyaya artinya tekun mempelajrai ajaran-ajaran suci dan pengetahuan umum.
7.     Bratha artinya taat akan sumpah dan janji.
8.    Upawasa artinya berpuasa atau pantang terhadap suatu makanan dan minuman yang dilarang dalam ajaran agama.
9.    Mona artinya membatasi perkataan.
10. Snana artinya tekun melakukan penyucian diri tiap hari dengan jalan mandi dan sembahyang.

 
Nawa Sangga ini terdiri dari :
1.       Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga
2.     Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma.
3.     Gunabhiksama artinya jujur terhadap harta majikan.
4.     Widagahaprasana artinya mempunyai bathin yang tenang dan sabar.
5.     Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum.
6.    Kratarajhita artinya mahir dalam ilmu pemerintahan.
7.     Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak perintah.
8.    Çuralaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas.
9.    Çurapratyayana artinya perwira dalam perang.

 


4 komentar:

  1. bagus banget blognya , isi animasi lagi , tapi banyain nae isi animasi nya biar bagus dan lebih menarik

    BalasHapus
  2. Om Swastyastu, ijin nyomot2 ya pake tugas kuliah :D:D:D hehe. salam kenal nggih~
    Om Santi Santi Santi Om

    BalasHapus