Pengertian
Susila Hindu
|
|
|
Susila merupakan kerangka dasar Agama Hindu yang kedua setelah filsafat (Tattwa). Susila memegang peranan penting bagi tata kehidupan manusia sehari- hari. Realitas hidup bagi seseorang dalam berkomunikasi dengan lingkungannya akan menentukan sampai di mana kadar budi pekerti yang bersangkutan. la akan memperoleh simpati dari orang lain manakala dalam pola hidupnya selalu mencerminkan ketegasan sikap yang diwarnai oleh ulah sikap simpatik yang memegang teguh sendi- sendi kesusilaan. Di dalam filsafat (Tattwa) diuraikan bahwa agama Hindu membimbing manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup seutuhnya, oleh sebab itu ajaran sucinya cenderung kepada pendidikan sila dan budi pekerti yang luhur, membina umatnya menjadi manusia susila demi tercapainya kebahagiaan lahir dan batin. Kata Susila terdiri dari dua suku kata: "Su" dan "Sila". "Su" berarti baik, indah, harmonis. "Sila" berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang. Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau) mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan. Dalam hubungan ajaran susila beberapa aspek ajaran sebagai upaya penerapannya sehari- hari diuraikan lagi secara lebih terperinci. |
|
Tri Kaya Parisudha adalah tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan
ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai
kesempurnaan dan kesucian hidupnya
|
|
5 Kebaikan yang harus dilakukan dan 5 keburukan yang
harus dipantang.
|
|
3 sifat buruk yang dapat meracuni budi manusia yang
harus diwaspadai dan diredam sampai sekecil- kecilnya.
|
|
Sad Ripu adalah enam musuh di dalam diri manusia
yang selalu menggoda, yang mengakibatkan ketidakstabilan emosi.
|
|
4 tingkat kehidupan manusia dalam agama Hindu,
disesuaikan dengan tahapan- tahapan jenjang kehidupan yang mempengaruhi
prioritas kewajiban menunaikan dharmanya.
|
|
4 dasar tujuan hidup manusia
|
|
Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat
pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan
(karma) seseorang.
|
|
4 kepribadian yang harus dihormati oleh setiap orang
Hindu.
|
Tata Susila
Hindu Dharma
Tata Susila
Tata Susila berarti peraturan tingkah laku
yang baik dan mulia yang harus menjadi pedoman hidup manusia. Tujuan tata
susila ialah untuk membina hubungan yang selaras atau perhubungan yang rukun
antara seseorang dengan mahluk yang hidup disekitarnya, perhubungan yang
selaras antara keluarga yang membentuk masyarakat dengan masyarakat itu
sendiri, antara satu bangsa dengan bangsa yang lain dan antara manusia dengan
alam sekitarnya. Telah menjadi kenyataan bahwa perhubungan yang selaras atau
rukun antara seseorang dengan mahluk sesamanya, antara anggota-anggota sesuatu
masyarakat, suatu bangsa, manusia dan sebagainya, menyebabkan hidup yang aman
dan sentosa. Suatu keluarga masyarakat bangsa atau manusia, yang
anggota-anggotanya hidup tidak rukun atau tidak selaras pasti akan runtuh dan
ambruk. Perhubungan yang rukun dan selaras berarti kebahagiaan dan perhubungan
yang kacau, atau tidak rukun berarti malapetaka.
Tata Susila membina watak manusia untuk
menjadi anggota keluarga, anggota masyarakat yang baik, menjadi putra bangsa
dan menjadi masusia yang berpribadi mulia, serta membimbing mereka untuk
mencapai pantai bahagia. Selain dari pada itu, tata susila juga menuntun
seseorang untuk mempersatukan dirinya dengan mahluk sesamanya dan akhirnya
menuntun mereka untuk mencapai kesatuan rohnya dengan Hyang Widhi Wasa atau
Brahman.
Adapun kebahagiaan yang mutlak dan abadi,
hanya dapat dinikmati bilamana roh seseorang dapat mencapai kesatuan dengan
Hyang Widhi; karena kesatuan antara jiwatma dengan Hyang Widhi itu saja yang
dapat memberi kebahagiaan yang diliputi oleh perasaan tenang dan tenteram
karena murninya roh yang disebut dalam istilah sanskrit Ananda. Didalam
Bhagavad Gita VI, 20,21 dan 22 Çri Krsna menerangkan kepada Arjuna, mengenai
Ananda atau kebahagiaan rohani yang kekal yang disebut oleh jiwatman dapat
mencapai kesatuannya dengan Hyang Widhi (paramaatma), yang bunyinya sebagai
berikut:
Bhagavad Gita VI.20
yatroparamate cittam
niruddham yoga sewaya
yatro caiwa atmanatmanam
pasyam atmani tusyati.
maksudnya:
Bilamana hati (seseorang) merasa bahagia karena ditentramkan oleh latihan yoga; bilamana ia melihat Hyang Widhi (paramatma) dengan pengamatan rohnya (jiwatma), maka ia akan menikmati kebahagiaan rohani.
yatroparamate cittam
niruddham yoga sewaya
yatro caiwa atmanatmanam
pasyam atmani tusyati.
maksudnya:
Bilamana hati (seseorang) merasa bahagia karena ditentramkan oleh latihan yoga; bilamana ia melihat Hyang Widhi (paramatma) dengan pengamatan rohnya (jiwatma), maka ia akan menikmati kebahagiaan rohani.
Bhagavad Gita VI.21
Sukham atyantikam yat tad
buddhigrahyam atinfriyam,
wetti yatra na caiwa yam,
athitaccalati tattwatah.
maksudnya:
Pada waktu ia menikmati kebahagiaan rohani yang tiada bandingnya, yang hanya dapat dicapai dengan budhi, yang lebih tinggi dari panca indra, tetap (menikmati kebahagiaan itu) tiada akan jauh berada dari Yang Mutlak.
Sukham atyantikam yat tad
buddhigrahyam atinfriyam,
wetti yatra na caiwa yam,
athitaccalati tattwatah.
maksudnya:
Pada waktu ia menikmati kebahagiaan rohani yang tiada bandingnya, yang hanya dapat dicapai dengan budhi, yang lebih tinggi dari panca indra, tetap (menikmati kebahagiaan itu) tiada akan jauh berada dari Yang Mutlak.
Bhagavad Gita VI.22
Yam labdhwa caparam labham
manyate nadhikam tatah
yasmin sthito na duhkena,
gurunapi wicalayate.
Yam labdhwa caparam labham
manyate nadhikam tatah
yasmin sthito na duhkena,
gurunapi wicalayate.
maksudnya:
Setelah mendapat kebahagiaan yang ia pandang tiada terbanding itu dan tetap ada di dalam kebahagiaan itu, tiada ia akan gentar, walaupun ditimpa malapetaka yang hebat.
Setelah mendapat kebahagiaan yang ia pandang tiada terbanding itu dan tetap ada di dalam kebahagiaan itu, tiada ia akan gentar, walaupun ditimpa malapetaka yang hebat.
Dasar dari Tata Susila
Agama adalah dasar tata susila yang kokoh
dan kekal, ibarat landasan bangunan, dimana suatu bangunan harus didirikan.
Jika landasan itu tidak kuat, maka mudah benar bangunannya roboh. Demikian juga
halnya dengan tata susila; bila tidak dibangun atas dasar agama sebagai
landasan yang kokoh dan kekal, maka tata susila itu tidak mendalam dan tidak
meresap dalam diri pribadi manusia.
Tata susila yang berdasarkan ajaran-ajaran
agama, atau yang berpedoman atas ajaran kerohanian sebagai yang terdapat di
dalam kitab suci Upanisad (wedanta), Tattwa-tattwa (tutur-tutur),
mulai dengan dalil atau axioma yang mengakui tunggalnya jiwatman (roh)
semua mahluk dengan Brahman atau Paramatma, yang tutur di Bali
sering menyebut dengan nama Parama Ciwa (Hyang Widhi Wasa).
Di dalam Upanisad terdapat suatu dalil
yang berbunyi sebagai berikut: "Brahma atma aikyam, yang artinya
Brahman dan atma (jiwatma) adalah tunggal.
Oleh karena jiwatma semua mahluk tunggal
dengan Brahma, maka jiwatma suatu mahluk tunggal juga dengan semua jiwatma, dan
jiwatma kitapun tunggal dan sama dengan jiwatma (roh) semua mahluk. Keinsyafan
akan tunggalnya jiwatma (roh) kita, maka kita akan merasakan dengan renungan
kebijaksanaan yang dalam, bahwa kita sebenarnya satu sama dengan mahluk yang
lain.
Hyang Widhi Wasa berada dimana-mana dan
tunggal. Menjadi dasar hidup segala ciptaannya yang berpisah-pisah. Sebagai
matahari yang menyinari segala pelosok, meskipun ribuan rumah yang membatasi
tembok-tembok yang tinggi, akan tetapi sinar matahari akan menyinari semuanya
dan sinar serta panas pada tiap-tiap rumah itu adalah berasal dari matahari
yang tunggal. Begitulah jiwatma-jiwatma dalam semua mahluk, diasingkan satu
dengan yang lainnya dengan badan yang berbeda-beda, dihidupkan pada dasarnya
oleh Hyang Widhi.
Jika tata susila mendasarkan ajarannya
saja hanya kepada keesaan Hyang Widhi Wasa saja yang menyadari dasar semua
mahluk, maka berarti tiap-tiap perbuatan yang baik dan yang tidak baik yang
dilakukan oleh seseorang pada tetangganya, berarti juga berbuat baik atau tidak
baik kepada dirinya sendiri; umpamanya melukai tangan, juga akan mempengaruhi
bahagian badan lainnya, meskipun tidak ada lukanya, karena dirasai sakit
itu datangnya dari bahagian badan. Jika kita merasakan ini, maka kita akan
selalu berbuat baik, untuk kebaikan semua mahluk (ingatlah akan pengertian Tat
twam asi dan Aham Brahma asmi). Tetapi oleh karena kita jarang
menyadari hal kebenaran ini, perlu ada aturan tata susila, yang pada pokoknya
menghalangi perbuatan menyiksa orang lain dan juga diri sendiri.
Para Rsi mengetahui kebenaran yang utama
ini, yaitu bahwa atma di tiap-tiap orang adalah tunggal; mereka lalu
membangunkan tata susila diatas kebenaran ini. Oleh karena itu kekuasaan
kebenaran tata susila dalam weda-weda yang lainnyapun mutlak, karena
berdasarkan kebenaran sebagaimana tersebut dalam:
Bhagavad Gita X.20
Aham atma gudakeca
sarwabhutacayasthitah
aham adic ca mashyam ca
bhutanam anta ewa ca.
maksudnya:
Wahai Arjuna, Aku adalah Atma, yang bersemayam di dalam hati semua mahluk, dan Aku awal mula, pertengahan dan akhir mahluk itu.
Aham atma gudakeca
sarwabhutacayasthitah
aham adic ca mashyam ca
bhutanam anta ewa ca.
maksudnya:
Wahai Arjuna, Aku adalah Atma, yang bersemayam di dalam hati semua mahluk, dan Aku awal mula, pertengahan dan akhir mahluk itu.
Bhagavad Gita X.29
Yac ca pi sarwabhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti wina yat syam
maya bhutam caracaram.
maksudnya:
Wahai Arjuna, akulah benih segala mahluk, dan tidak ada satu ciptaan yang bergerak maupun tidak bergerak, tanpa aku.
Yac ca pi sarwabhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti wina yat syam
maya bhutam caracaram.
maksudnya:
Wahai Arjuna, akulah benih segala mahluk, dan tidak ada satu ciptaan yang bergerak maupun tidak bergerak, tanpa aku.
Bhagavad Gita XIII.27
Saman sarwesu bhutesu
tisthantam paramecwaram
winac yatsw awinacyantam
yah pacyati sa pacyati.
maksudnya:
Orang yang melihat Tuhan yang kekal dan abadi (tidak dapat binasa) bersemayam merata di dalam semua mahluk yang tidak kekal (dapat binasa) dialah sebenarnya yang melihat.
Saman sarwesu bhutesu
tisthantam paramecwaram
winac yatsw awinacyantam
yah pacyati sa pacyati.
maksudnya:
Orang yang melihat Tuhan yang kekal dan abadi (tidak dapat binasa) bersemayam merata di dalam semua mahluk yang tidak kekal (dapat binasa) dialah sebenarnya yang melihat.
Jadi tata susila Agama Hindu dibangun atas
dasar kebenaran yang maha adil, Jika bertentangan dengan hal ini akan timbul
ketidakselarasan di dalam mahluk. Dari itu, kebenaran yang mutlak berdasarkan
peri kemanusiaan.
Benar dan Salah
Bila manakah perbuatan itu dianggap benar
dan bila manakah perbuatan itu dianggap salah? Hyang Widhi menuntun dunia ini
melalui jalan yang benar. Segala sesuatu yang dapat menolong dunia ini melalui
jalan yang telah ditentukan oleh Hyang Widhi sendiri adalah benar, dan segala sesuatu
yang menghalangi jalan ini adalah salah.
Kebahagiaan dan penderitaan mahluk lain
berarti kebahagiaan dan penderitaan diri sendiri. Menyiksa orang lain sama
dengan menyiksa diri sendiri, karena jiwatma kita sendiri tunggal dengan
jiwatma semua orang dan semua mahluk. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma yang
ada didalam diri kita sendiri dengan jiwatma semua mahluk, maka kita berhasrat
melakuan amal saleh terhadap semuanya. Keinsyafan akan tunggalnya jiwatma
dengan Brahma, maka timbul hasrat untuk mempersatukan atma sendiri dengan
Brahma (Hyang Widhi). Amal saleh dan kebajikan yang dilakukan untuk
kesejahteraan sesama makhluk disebut dharma; dan kesatuan antara jiwatma
dengan Brahma disebut moksa. Jalan untuk beramal saleh melakukan dharma disebut
prawerti marga, dan jalan untuk mencapai kesatuan jiwatma dengan Brahma (moksa)
disebut Niwrti marga. Setelah jiwatma dapat bersatu dengan Brahma,
berarti telah menginjak alam moksa. Dan orang yang mendapat moksa disebut Mukti.
Roh orang yang telah moksa menjadi murni dan sama dengan Brahma. Kemurnian
Jiwatma ini menimbulkan suatu rasa bahagia yang tiada terbanding dan bahagia
yang abadi yang disebut Ananda (kebahagiaan rohani). Di dalam Candogya
Upanishad 6, 8, 7, terdapat suatu dalil yang bunyinya sebagai berikut:
“Tat Twam Asi”
yang artinya: Dikaulah itu, Dikalaulah
(semua) itu; semua makhluk adalah Engkau. Engkaulah awal mula roh (jiwatma) dan
zat (prakrti) semua makhluk. Aku ini adalah makhluk yang berasal dari-Mu. Oleh karena
itu jiwatmaku dan prakrtiku tunggal dengan jiwatma semua makhluk dan Dikau
sebagai sumberku dan sumber semua makhluk. Oleh karena itu Aku adalah Engkau;
aku adalah Brahma "Aham Brahma Asmi" (Brhadaranyaka
Upanisad 14.10.)
Menurut ajaran upanishad, tutur-tutur, dan
Bhagavad Gita dikatakan bahwa ada satu atma yang memberi hidup kepada semua
makhluk dan menggerakkan alam semesta yang disebut paramatma. Adapun atma yang
terdapat di dalam diri tiap-tiap makhluk, adalah bagian dari paramatma itu.
Bagian dari paramatma yang ada di dalam disebut juga jiwatma.
Adanya jiwatma itu ibarat sinar matahari
yang memancarkan dan menyinari semua tempat, sedangkan paramatma ibarat
matahari itu sendiri, sebagai sumber sinar-sinar yang memancar di segala
tempat. Sebenar-benarnya tidak ada perbedaan antara paramatma yang sebagai
matahari, dan jiwatma-jiwatma yang dapat kita ibaratkan sinarnya. Di dalam
Bhagavad Gita XII,33 terdapat suatu sloka yang berbunyi sebagai berikut:
"Yatha paraktacayaty ekah,
krtsnam lokam imam rawih,
ksetram ksetri tatha krtsnam,
prakacayati bharata".
krtsnam lokam imam rawih,
ksetram ksetri tatha krtsnam,
prakacayati bharata".
Maksudnya: Bagaikan satu matahari
menerangi seluruh dunia, demikian juga paramatma (Hyang Widhi) dari alam
semesta menerangi (memberi hidup) seisi alam (semua makhluk) wahai Arjuna.
Tujuan hidup kita yang terakhir adalah
menuju moksa, yaitu persatuan (penunggalan) Jiwatma dan Paramatma. Jalan yang
benar adalah segala sesuatu yang menuju kearah kesatuan. Segala sesuatu yang
menghalangi kesatuan, adalah tidak benar. Untuk mengetahui jalan yang benar Hyang
Widhi Wasa tidak membiarkan kita di dalam keadaan yang gelap (awidya). Dia
mengirimkan orang-orang besar dan suci, memimpin umatnya bila ada yang
merintangi. Dia memberikan kita kekuatan pikiran, dengan mana kita dapat
mengertikan mana yang salah dan mana yang benar. Semasih kita kanan-kanak, kita
harus menuruti apa yang diajarkan, dan bila sudah dewasa, kita dapat mengerti
segala isi pelajaran itu. Dan semua ajaran-ajaran ini, diabadikan di dalam
Weda-weda dan Castra oleh Para Rsi (seperti Bhagawan Byasa).
Hukum-hukum yang sederhana yang diabadikan
di dalam kitab-kitab suci oleh Para Rsi adalah: "Sesuatu perbuatan yang
tidak kita kehendaki, janganlah dilakukan terhadap orang lain. Umpamanya, kita
tidak suka dipukul atau disiksa, dimarahi, dicaci (tricapala). Kita hendaknya
selalu berbuat baik kepada orang lain, jika kita menghendaki kebahagiaan,
kesenangan, dibicarakan baik dan begitulah kita perbuat dengan orang lain. Kita
jangan menyakiti orang lain karena orang lain akan menyakiti kita; umpamanya
jika seseorang marah kepada kita, kita hendaknya menjawab dengan lemah lembut,
disertai dengan rasa tenang".
Sebaliknya apabila kemarahan dibalas
dengan kemarahan, adalah sebagai api sedang menyala, disiram dengan minyak. Dan
sikap kita janganlah hendaknya baik dan kasih hanya kepada manusia saja, tetapi
juga kepada mahluk yang lainnya.
Demikian pula sikap kita terhadap orang
tua hendaknya kasih, hormat dan berusaha menolong dan meladeni mereka
sebaik-baiknya. Sikap kita kepada saudara dan kawan-kawan, hendaknya jujur dan
baik hati dan berusaha mempunyai perasaan kasih kepadanya, tidak membicarakan
dan berbuat kasar kepadanya. Pada orang yang lemah, hendaknya kita memakai
kekuatan kita untuk melindungi mereka dan tidak berbuat sesuatu yang
menakutkan. Dan yang terpenting yang harus kita perbuat ialah: berbuat (kayika)
berkata (wacika) dan berfikir (manacika) yang benar dan ketiga hal tersebut
"Trikaya Parisudha". Hendaknya bersikap kstria dan berterus
terang, hormat, teliti, jujur, rajin, sederhana dalam makan dan minum, dan
mereka yang melakukan ini akan menjadi orang yang baik.
Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, terdiri dari:
1.
Sauca artinya
murni rohani dan jasmani.
2.
Indriyanigraha
artinya mengekang indriya atau nafsu.
3.
Hrih artinya
tahu dengan rasa malu.
4.
Widya artinya
bersifat bijaksana.
5.
Satya artinya
jujur dan setia terhadap kebenaran.
6.
Akrodha
artinya sabar atau mengekang kemarahan.
7.
Drti artinya
murni dalam bathin.
8.
Ksama artinya
suka mengampuni.
9.
Dama artinya
kuat mengendalikan pikiran.
10. Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.
Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran
kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik
serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa
Paramartha ini terdiri dari:
1.
Tapa artinya
pengendalian diri lahir bathin.
2.
Bratha
artinya mengekang hawa nafsu.
3.
Samadhi
artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan.
4.
Santa artinya
selalu tenang dan jujur.
5.
Sanmata
artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan.
6.
Karuna
artinya cinta kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup.
7.
Karuni
artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya.
8.
Upeksa
artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk
9.
Muditha
artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati orang lain.
10. Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat
menghormati.
|
|
|
Belajar buat blog,..
BalasHapussemoga bermanfaat yach...
BalasHapusbagus banget blognya , isi animasi lagi , tapi banyain nae isi animasi nya biar bagus dan lebih menarik
BalasHapusOm Swastyastu, ijin nyomot2 ya pake tugas kuliah :D:D:D hehe. salam kenal nggih~
BalasHapusOm Santi Santi Santi Om